Ketaatan aturan perjalanan Nataru perlu kolaborasi semua pihak

IMG-20211222-WA0003.jpg

Jakarta, 21 Desember 2021 – Pemerintah telah menyampaikan tidak akan dilakukan penyekatan perjalanan
periode Natal dan Tahun Baru (Nataru). Namun yang dilakukan adalah pengetatan protokol kesehatan
sebagai upaya melindungi masyarakat dan mencegah resiko meningkatnya penyebaran virus COVID-19.
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan ini Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) akan
melakukan pengawasan dan pengamanan. Namun begitu partisipasi masyarakat sebagai pelaku perjalanan
juga sangat diharapkan supaya potensi lonjakan kasus yang biasanya mengiringi meningkatkan mobilitas
warga, dapat ditekan.
Melalui Dialog Produktif dari Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) – KPCPEN, Selasa (21/12/2021),
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Rusdi Hartono, mengatakan untuk pengamanan
Nataru, Polri telah rutin menggelar Operasi Lilin, yang tahun 2021 ini akan mulai berlangsung 24 Desember
2021 hingga 2 Januari 2022.
“Dalam Operasi Lilin kami tidak bekerja sendiri, melainkan akan dibantu TNI, Pemda maupun mitra Polri
lainnya. Untuk Operasi Lilin 2021 kali ini Polri akan menyiapkan 103.190 personil yang diharapkan cukup
memadai untuk bisa mengamankan Nataru agar bisa berlangsung aman, damai dan sehat,” ujar Rusdi.
Berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya, kata Rusdi, pasca Nataru 2020 terjadi lonjakan COVID-19.
Karena itu, pihaknya akan mengamankan kebijakan pemerintah terkait perjalanan akhir tahun di darat
berdasarkan Surat Edaran No 109 tahun 2021. “Ini akan kita amankan bersama instansi terkait lainnya, serta
Inmendagri 66 tahun 2021 tentang pengetatan tempat-tempat yang diduga akan memunculkan kerumunan
dan rentan penularan COVID-19 misalnya rumah ibadah, pusat perbelanjaan dan area wisata. Kami dari
kepolisian dan instansi terkait lainnya akan amankan instruksi ini,” imbuh Rusdi.
Untuk pengamanan Nataru 2021, pihak kepolisian akan menyiapkan 1812 pos pengamanan (pospam) dan
688 pos pelayanan. Pospam yang tersedia, dapat digunakan untuk check point bagi aktivitas masyarakat
yang melakukan perjalanan darat, terkait pengawasan dan pengendalian COVID-19.
“Pada intinya kami siap. Pada 26 November 2021 telah dilakukan rapat koordinasi tingkat menteri di Mabes
Polri dengan melibatkan pihak terkait untuk menyatukan persepsi agar penanganan Nataru berjalan aman,
damai dan sehat,” ujarnya.
Rusdi mengatakan, bila ternyata pada pemeriksaan random sampling ada pelaku perjalanan yang belum
divaksinasi lengkap, yang bersangkutan tidak akan diminta putar balik. “Namun akan kami arahkan ke sentra
vaksinasi untuk melakukan vaksinasi. Demikian juga saat ada tes acak ternyata menunjukkan hasil Antigen
reaktif makan akan ditangani sesuai prosedur penanganan COVID-19,” ujarnya.
Pada kesempatan sama, Staf Khusus Bidang Komunikasi Menteri Perhubungan, Adita Irawati menyampaikan
bahwa aturan perjalanan yang ditetapkan sudah mengantisipasi berbagai dinamika belakangan ini.
Di dalam negeri, kata Adita, angka penularan COVID-19 harian jauh lebih kecil dari beberapa bulan lalu. Ia
menyoroti, belakangan ini pergerakan masyarakat cukup tinggi apalagi dengan adanya relaksasi. “Namun di
sisi lain sejauh ini tidak ada lonjakan kasus. Oleh karena itu, untuk perjalanan domestik tidak ada penyekatan
melainkan pengetatan protokol kesehatan untuk aktivitas masyarakat, misalnya pariwisata dibatasi
aktivitasnya, yang tidak ada pengelola akan ditutup. Hulu dan hilir berjalan seiring mengantisipasi situasi
yang berkembang,” tuturAdita.
Selain mematuhi syarat perjalanan seluruh moda transportasi kendaraan umum atau pribadi (wajib vaksin
lengkap, hasil negatif tes Antigen 1×24 jam dan menggunakan aplikasi PeduliLindungi), Adita mengingatkan
agar masyarakat bersikap bijaksana dalam menetapkan agenda bepergian. “Umumnya mobilitas dapat
meningkatkan kasus meskipun sampai sejauh ini data belum menunjukkan hal itu. Namun kita harus hati￾hati dan waspada menghadapi berbagai kemungkinan,” ujar Adita.
Dia menambahkan pada prinsipnya kapasitas moda transportasi tidak terlalu berbeda dari sebelumnya
hanya pengetatan protokol kesehatan dan lebih tegas di lapangan dan dilakukan dengan cara-cara humanis.
“Tidak akan ada penyekatan namun pengetatan prokes. Kami batasi di hulunya, masyarakat pe rgi ada
tujuannya. Yang kita identifikasi masyarakat melakukan liburan untuk tujuan wisata. Yang menjadi perhatian
adalah potensi penumpukan di kawasan wisata khususnya yang tidak ada pengelolanya, misalnya wisata
alam. Ini akan kita batasi. Sedangkan di hilir, saat masyarakat sudah melakukan perjalanan, maka prokes
akan diketatkan dengan pengawasan melekat, termasuk ada pos untuk random checking guna memastikan
masyarakat penuhi aspek keselamatan, termasuk kelaikan kendaraan,” tutur Adita.
Dia menambahkan, agar berjalan lancar perlu ada kolaborasi antar kementerian dan lembaga dan partisipasi
masyarakat dibutuhkan, karena tujuannya adalah agar masyarakat melakukan mobilitas tanpa khawatir.
“Masyarakat harus mau bekerja sama untuk kepentingan bersama,” ajak Adita.
Saat ini, ujarnya, Kemenhub belum memiliki data terkait kemungkinan adanya transmisi di moda
transportasi. “Yang ada adalah penularan terjadi pada aktivitas di luar moda transportasi selama pandemi,
karena umumnya mereka yang melakukan perjalanan umumnya sudah diskrining kesehatan, termasuk tes
Antigen, apalagi sudah ada vaksinasi,” ujar Adita.
Hal ini dikatakannya harus ditangkap sebagai momentum yang harus dipertahankan, agar moda transportasi
tetap tidak menjadi tempat transmisi virus. Sedangkan untuk menghindari transmisi lokal, Adita berpesan
agar masyarakat patuh prokes 5M, karena hal tersebut adalah keharusan pada saat ini.
Menanggapi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait perjalanan selama Nataru 2021, Ketua Umum
Masyarakat Transportasi Indonesia, Agus Taufik Mulyono menyambut baik. “Masyarakat Transportasi
Indonesia setuju dan mendukung Surat Edaran No 109 tahun 2021 tentang pengaturan perjalanan darat
dalam rangka Nataru. Tidak ada alasan masyarakat untuk tidak menerima peraturan itu karena tujuannya
untuk menyelamatkan jiwa dan meningkatkan produktivitas hidup,” ujarnya.
Agus menekankan, penyadaran masyarakat dalam mematuhi aturan tidak hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat atau daerah namun jadi tanggung jawab bersama. “Intinya, rakyat harus paham kalau
diatur untuk sehat. Kita harus waspada agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” ujar Agus.

Pemerintah pusat, kata Agus, telah menetapkan aturan perjalanan dari simpul utama ke simpul utama
perjalanan. Berdampingan dengan hal tersebut, perlu pula diterapkan pengaturan terkait mobilitas lokal di
tempat tujuan, guna menghindari terjadinya transmisi lokal.
“Mobilitas lokal sulit dikontrol, karenanya peran Pemda sangat besar dalam hal ini. Yang bisa mengecek,
mengontrol, mengawasi, melarang dan memberikan sanksi adalah Pemda. Percepatan penularan umumnya
terjadi di mobilitas lokal daerah yang menjadi tujuan harus dipertimbangkan. Karenanya, meningkatkan
kesadaran masyarakat akan pentingnya prokes perlu kolaborasi, khususnya di lingkungan daerah. Yang
memahami gesture dan budaya daerah itu pemimpin daerah. Mereka perlu meningkatkan penyadaran
publik agar tidak terjadi transmisi lokal,” saran Agus.
Untuk itu, Agus menekankan pentingnya sinkronisasi kebijakan antara pusat dan daerah. “Secara umum
masyarakat sudah divaksin namun jika tidak taat prokes bisa menyusahkan orang lain. Karenanya, jangan
ragu untuk saling mengingatkan orang lain yang tidak patuh prokes atau berkerumun agar transmisi lokal bisa di cegah,”pungkasnya.

Rilis

Tinggalkan Komentar Anda

scroll to top